Skip to main content

Menulis Bebas Tak Membebani Pikiran

Oleh: SuharsoPada: 4/19/2020

free writing

Free writing: mengejar kebahagiaan dengan menulis. Itulah rangkaian judul buku lama yang sudah saya beli sekitar tiga tahun lalu. Buku tersebut ditulis oleh Hernowo Hasim. Beliau dikenal sangat produktif menghasilkan buku. Sayangnya beliau telah dipanggil Yang Mahakuasa di usianya yang ke 61 tahun pada tahun 2018.

Dari dulu saya memang sangat ingin bisa menulis. Sayang semangat saya untuk menulis masih labil. Kadang naik, kadang turun. Malahan mungkin banyak turunnya. Hingga kini.

Saya masih butuh banyak motivasi untuk menulis. Karenanya sewaktu menjumpai buku free writing itu di Gramedia, saya langsung membelinya. Pilihan kata untuk judul buku tersebut memang cukup menarik. Sangat memotivasi. Bagaimana bisa, menulis menjadi sarana mengejar kebahagiaan? Sementara yang saya rasakan tiap kali menulis ya cukup menguras pikiran dan energi. Melelahkan itu pasti. Soal bahagia, belum tentu didapat. Lantas seperti apa rumusnya free writing itu?

Sayang, jawaban atas pertanyaan itu tak segera saya dapatkan. Saya kurang sabar. Waktu mulai membaca buku tersebut dulu, ketertarikan saya langsung pudar. Gara-gara bagian awal buku itu banyak bercerita tentang tokoh-tokoh beserta buku karangannya yang tidak saya kenal. Dibumbui pula dengan penjelasan konsep teori membaca dan menulis.

Padahal waktu itu saya sangat berharap langsung mendapatkan semacam rumus atau petunjuk praktis menulis yang membahagiakan. Maka kemudian saya tidak meneruskan lagi membacanya. Buku itu lantas bernasib sama dengan buku saya lainnya, tersimpan di rak buku hingga berdebu.

Wabah COVID-19 yang memaksa saya bekerja dari rumah rupanya membawa hikmah tersendiri. Tiba-tiba saja saya iseng ingin membaca kembali koleksi buku lama saya. Dan yang pertama kali menarik perhatian saya adalah buku free writing itu. Mungkin karena sampulnya berwarna merah cukup mencolok. Juga karena halamannya tidak terlalu tebal sehingga saya pikir mungkin tidak butuh waktu terlalu lama untuk membacanya hingga tuntas.

Benar saja. Entah keajaiban apa yang terjadi, buku itu bisa selesai saya baca dalam waktu kurang lebih satu hari. Tak seperti kebiasaan saya membaca selama ini yang sering putus nyambung. Cerita tokoh dan konsep teori pada bagian awal buku itu bisa saya mengerti. Yakni untuk menunjukkan secara runtut asal muasal konsep free writing itu sendiri.

Para tokoh seperti James W. Pennebaker, Stephen Krashen, Peter Elbow, dan Natalie Goldberg digambarkan sebagai orang yang berjasa mengenalkan konsep free writing dengan berbagai variasinya. Ada juga penjelasan tokoh-tokoh perumus konsep pembelajaran dan mind mapping seperti Bobbi Deporter dan Hernacki, Colin Rose, Roger Sperry, Tony Buzan, dan Joice Wycoff. Berbagai konsep pemikiran mereka itulah yang kemudian menjadi pijakan Hernowo Hasim dalam meramu petunjuk praktis menulis bebas tanpa tekanan, tanpa beban, dan tanpa hambatan.

Satu konsep menarik hasil ramuan Hernowo Hasim adalah "mengikat makna". Yakni konsep yang mengupayakan kerja sama kreatif antara kegiatan membaca dan menulis. Sederhananya, mengikat makna adalah menulis kesan atau gagasan yang kita dapat setelah membaca suatu tulisan. Konsep mengikat makna tersebut kemudian diterapkan melalui tiga langkah penting. 

Pertama adalah membaca ngemil atau perlahan-lahan. Tujuannya agar kita bisa menikmati bacaan layaknya sedang ngemil kacang goreng. Diharapkan juga kemudian kita bisa mencermati hal-hal penting yang disampaikan lewat bacaan tersebut. Membaca ngemil ini dapat pula dikombinasikan dengan teknik membaca lantang dalam rangka merangsang aktivitas reading-speaking-listening secara bersama-sama. Langkah lanjutannya tentu kita harus berupaya menemukan hal-hal yang penting atau berharga dari sebuah bacaan. Langkah terakhir, dan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal free writing, adalah menuliskan pikiran secara bebas dari hasil membaca tersebut.

Apa yang bisa dituliskan secara bebas? Bisa pengalaman saat membaca, bisa pemahaman atas bacaan, atau bisa juga gagasan yang tiba-tiba muncul setelah membaca bacaan tersebut. 

Sebelum masuk ke bab yang membahas teknik menulis bebas, Hernowo Hasim terlebih dahulu menjelaskan manfaat berlatih menulis bebas atau free writing. Manfaat utamanya adalah untuk meningkatkan ketrampilan fisik dan nonfisik dalam menulis. Kita selanjutnya dapat memanfaatkan perpaduan dua ketrampilan tersebut untuk melawan writer’s block, yaitu kelelahan fisik dan kebekuan pikiran.

Ketrampilan fisik menulis bisa diasah dengan cara memaksa jari kita untuk terus menulis atau mengetik apa saja yang terlintas di pikiran dalam kurun waktu tertentu. Yang ditekankan di sini bukan soal baik buruknya rangkaian kata dan kalimat yang dihasilkan, tapi soal keluwesan dan ketahanan otot tangan untuk tetap lancar menulis.

Ketrampilan nonfisik, yang berkenaan dengan kesiapan mental untuk menulis, bisa ditingkatkan dengan cara tidak membatasi pikiran kita. Karena itu dianjurkan untuk mulai menulis dengan tidak berpikir terlebih dahulu. Inilah cara yang agaknya berlawanan dengan cara yang kita praktikkan selama ini.

Bagaimana dengan teknis latihan free writing itu sendiri? Hernowo memaparkan langkah-langkahnya secara praktis disertai dengan contoh-contoh riil hasil tulisannya saat berlatih. Dari contoh tersebut memang terlihat bahwa free writing sebetulnya bisa dilakukan oleh siapa saja.

Langkah latihannya sendiri terdiri dari empat tahapan yang dilakukan dalam kurun waktu satu bulan.

Minggu pertama adalah menulis bebas sesuka hati. Jangan banyak berpikir, jangan takut salah, dan jangan ragu. Boleh tulis apa saja, bahkan huruf-huruf yang tak bermakna pun tidak mengapa. Toh tulisan itu tidak untuk dibaca orang lain. Yang penting kita konsisten untuk terus menggerakkan jari kita sampai 10 menit berlalu.

Minggu kedua adalah latihan menulis mengikat makna. Sebelum menulis kita diminta membaca bacaan tertentu. Boleh tulisan apa saja tetapi jangan terlalu panjang tulisannya, karena latihan ini bukan untuk menilai banyaknya tulisan yang dibaca. Yang utama adalah mengasah kemampuan menuliskan gagasan, kesan, atau apa pun yang muncul saat membaca tulisan tersebut. Perlu diingat, pada tahap ini kita tetap diminta menulis secara bebas. Bahkan boleh saja tulisan itu tidak terlalu nyambung dengan bacaannya. Pokoknya tetap jangan takut salah. 

Pada minggu ketiga, kita diminta berlatih selang-seling antara menulis bebas dan mengikat makna. Misalnya, hari pertama menulis bebas, hari kedua mengikat makna dan seterusnya sampai seminggu.

Pada minggu keempat, kita diminta berlatih menulis bebas terarah. Maksudnya, kita tetap menulis bebas namun dengan menentukan tema tertentu layaknya hendak menyiapkan tulisan yang akan dipublikasikan. Tahap ini melatih kita untuk menghasilkan tulisan dengan gaya sendiri namun mengandung pesan tertentu yang enak dinikmati oleh orang lain.

Anda ingin merasakan pengalaman menulis yang tidak membebani pikiran? Tak ada salahnya mencoba mempraktikkan cara Hernowo Hasim ini.

Comment policy: Silakan tulis komentar sesuai dengan topik postingan. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar