Skip to main content

Mengenang Bapak Eyang

Oleh: SuharsoPada: 8/25/2021

bapak eyang

Tak terasa sudah 40 hari berlalu beliau meninggalkan kami untuk selamanya. Hartoyo bin Sastro Sumarto. Bapak Eyang, begitulah kami para anak cucunya memanggil beliau. Bapak mertua yang bagi saya tak ada bedanya dengan bapak saya sendiri.

Bapak yang tiada berbilang curahan kasih sayangnya. Bapak yang selalu teduh menyejukkan. Bapak yang tidak pernah terkuras kesabarannya. Bapak yang selalu menghadirkan solusi.

Rasanya masih seperti mimpi. Sebab di usianya yang sudah lebih dari 69 tahun, selama ini Bapak Eyang masih terlihat bugar. Setidaknya begitulah yang kami saksikan. Saat beliau terkena virus Covid-19 pun, hasil uji laboratorium tak menunjukkan gejala yang parah. Tiap kami tengok, Bapak Eyang masih berusaha menampakkan senyumnya. Namun entah kenapa kondisi beliau tiba-tiba saja menurun. Dan terus menurun saat dibawa ke rumah sakit. Cepat sekali. Hingga akhirnya beliau benar-benar dipanggil Yang Mahakuasa. 

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Mungkin begitulah cara Tuhan memudahkan kepergian beliau. Persis seperti keinginan beliau yang tak ingin menyusahkan anak cucu saat kepergiannya.

Bapak Eyang adalah seorang pensiunan pegawai negeri. Namun beliau bukanlah sejenis laki-laki yang mau berpangku tangan begitu saja. Tidak sama sekali. Beliau masih selalu bergerak dan terus bergerak. Mengurus kami anak cucunya, mengurus rumah, mengurus kos-kosan. Dan ada saja urusan-urusan lainnya yang bisa dikerjakan. Tak lupa juga beliau menyempatkan berolah raga ringan atau jalan-jalan melepas penat. Aktivitas-aktivitas itulah yang mungkin membuat beliau tak mengalami sindrom pasca pensiun.

Belum lagi dalam hal urusan interaksi sosial. Bapak Eyang tetap berusaha menjalin hubungan yang baik dengan tetangga dan kerabat. Beliau juga punya geng sendiri yang anggotanya sesama pensiunan. Mereka menyebutnya "Pallaba". Saya tak tahu apa artinya. Yang jelas, ada saja aktivitas mereka bersama-sama mengisi hari-hari di usia senja. Dari sekadar ngobrol bareng, olah raga, hingga jalan-jalan ke luar kota. Teman-teman satu gengnya itu mengenang Bapak Eyang sebagai sosok yang baik, humble, dan mudah akrab dengan siapa saja. Tak heran jika beliau punya banyak sahabat. Memang seperti itulah sifat Bapak Eyang yang saya kenang. Dan masih banyak lagi hal-hal baik lainnya.

Sebagai seorang kakek, sudah barang tentu Bapak Eyang adalah pahlawan bagi cucu-cucunya. Yang mengelus lembut kepala-kepala lucu mereka, lalu memeluknya dengan pelukan yang hangat. Yang selalu sedia mengantarkan mereka ke sekolah atau les. Yang suka membelikan hewan piaraan atau mainan yang menggembirakan. Yang menyempatkan diri mengajak mereka ke wahana bermain yang meriangkan hati. Dan juga menjadi tempat bernaung terakhir ketika mereka sedang "dihakimi" orang tua mereka.

Sebagai seorang bapak, boleh dikatakan beliau adalah bapak yang luar biasa, kalau tak mau dibilang sempurna. Bapak terbaik yang dimiliki anak-anaknya. Sebagai menantunya, saya bisa menyaksikan betapa beliau selalu berusaha mengupayakan apa saja yang terbaik buat keempat anaknya. Untuk urusan apa saja, bahkan untuk soal yang remeh-temeh sekalipun. Bapak Eyang seperti ingin berkata: aku selalu ada untuk kamu semua anak-anakku. Sungguh sebuah cinta seorang ayah yang hadir tanpa syarat. Tak ada pula pilih kasih.

Sebagai seorang suami, rasanya beliau pantas dijadikan teladan bagaimana menjadi suami yang hebat. Suami yang berdedikasi penuh, setia, sabar melintasi suka duka hidup bersama Mama Eyang istrinya. Kebersamaan mereka jelas sudah teruji.

Ada lagi yang satu ini. Bapak Eyang adalah pembelajar sejati. Gelar akademisnya memang doktorandus, tapi lebih dari itu saya harus mengakui beliau layak disebut sebagai arsitek dan insinyur yang sesungguhnya. Perhitungannya matang, karyanya sudah nyata.

Bapak Eyang, ...

Kami akan selalu merindukanmu.

Sejujurnya kami mau engkau tetap bersama kami hari ini, esok, lusa, dan seterusnya. Agar kami tetap bisa berkeluh kesah seperti biasanya. Bapak Eyang tentu tahu, kami kadang masih manja dan masih berharap uluran tanganmu yang ikhlas itu.

Tapi rupanya Allah punya rencana yang lebih indah untukmu. Kami harus belajar ikhlas, agar jalanmu lebih lapang. Percayalah... Dedikasi, ketulusan, kesabaran, dan jiwa baikmu akan tetap bersama kami selamanya.

Bapak Eyang, ...

Perjuanganmu sudah dicukupkan. Semoga segala ikhtiarmu di dunia dapat kami teruskan. Dan juga dapat menjadikan kami anak cucumu ini mampu untuk tetap teguh berkhidmat pada jalan Ilahi. Jalan terang yang menuntun kita bersama menuju ridho dan janah-Nya.

Kini hanya untaian doa yang bisa kami lantunkan. Kiranya Allah yang Maha Menyayangi melapangkan dan menerangi kuburmu. Mengampuni segala khilafmu. Menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu.

Sugeng tindak Bapak Eyang.

Newest Post
Comment policy: Silakan tulis komentar sesuai dengan topik postingan. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar